Selasa, 29 Desember 2009

Filsafat sebagai Pintu Kekritisan Bersama

“Nggak semua yang lo liat itu bener.” Ini adalah slogan dari sebuah iklan di televisi yang akan menjadi acuan kita untuk membahas filsafat di dalam dunia jurnalistik. Bahwa tidak semua yang ada di lapangan, harus kita paparkan secara gamblang dan datar. Namun kita juga harus melihat secara luas dan mendalam sehingga tidak terjadi kesalahan dalam pemberitaan. Para jurnalis juga harus bisa melakukan framing yang dapat mengarahkan para konsumen berita kepada arti yang sesungguhnya.

Di dalam dunia jurnalistik, informasi akan disampaikan dalam bentuk bahasa baik secara lisan maupun tulisan. Pada hakikatnya bahasa itu memiliki keterbatasan saat digunakan. Apalagi jika bahasa diungkap dengan menggunakan kata, maka akan terjadi pen-generalisasian arti. Hal ini dapat mengakibatkan ambiguitas dalm pemaknaannya. Karena kadang-kadang sebuah kata mempunyai lebih dari satu arti sehingga persepsi yang satu bisa saja berbeda dengan persepsi yang lain.

Misalnya ‘merah’. Kata ‘merah’ ini digunakan untuk mewakili warna. Namun warna yang benar-benar ‘merah’ itu sampai sekarang kita belum mengetahui batasannya. Warna yang sedikit lebih muda atau sedikit lebih tua pun kita namai warna ‘merah’. Menurut pengetahuan, mata manusia dapat membedakan tujuh juta warna yang berlainan. Jadi kata itu mempunyai keterbatasan jumlah untuk mewakili objeknya.

Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengkritisi sebuah berita. Pertama, kita harus bisa menjaga “jarak” dengan objek pemberitaan. Ini bertujuan untuk menjaga kenetralan antara si wartawan dengan objek pemberitaan sehingga tidak terjadi keberpihakan di dalam berita tersebut. Walaupun dalam prakteknya sangat sulit bagi seorang wartawan yang notabene juga seorang manusia untuk melakukannya. Setiap manusia pasti memiliki sisi objektivitas dan subjektivitas. Batas antara subjektivitas dan objektivitas itu sendiri sangatlah tipis.

Cara yang kedua yaitu menentukan tempat kita “berpijak” atau landasan, sebelum kita menginformasikan sesuatu. Kita harus tahu diri dulu karena keberhasilan komunikasi kita dengan orang lain bergantung pada keefektifan komunikasi kita dengan diri sendiri. Sebagai seorang jurnalis, landasan kita adalah kode etik jurnalistik. Jadi sebagai seorang jurnalis, kita harus mengktirisi sebuah fenomena, kejadian, ataupun ide berdasarkan ketentuan yang ada. Kita boleh mengkritik sesuatu dengan sebebas-bebasnya namun masih dalam konteks kewajaran, karena sesuatu yang berlebih-lebihan juga tidak baik adanya. Dan setiap kebebasan pasti mempunyai batasan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar