Rabu, 06 Januari 2010

REPORTASE MENDALAM TENTANG MEDIA PENYIARAN KOMUNITAS RADIO AGRICIA FAKULTAS PERTANIAN


Pada tugas praktikum “reportase mendalam tentang media penyiaran komunitas,” kebetulan kelompok saya memilih Radio Agricia sebagai objek studi kami. Radio yang didirikan tanggal 28 Maret 2003 merupakan radio kampus milik Fakultas Pertanian Jurusan Sosial Ekonomi pertanian. Menurut narasumber yang kami wawancarai, pada awal didirikan, radio ini hanya bertujuan sebagai pelengkap mata kuliah manajemen penyiaran saja. Kemudian atas inisiatif beberapa orang, maka didirikanlah radio yang memiliki visi mengeksplorasi wacana pertanian di lingkungan kampus dan misi untuk menjadi pusat penyiaran informasi pertanian di lingkungan kampus tersebut.

Radio ini berada di frekuensi 107,8 FM dengan jangkauan siarannya hanya 4 km efektif dan output power 50 watt. Sebagai salah satu radio komunitas, mereka tidak bertujuan mencari laba atau keuntungan tertentu. Biaya kehidupannya berasal dari iuran anggota, barter serta jurusan.
Berdasarkan pengertian media penyiaran komunitas di dalam UU No.32 Tahun 2002, ada beberapa aspek dari Radio Agricia yang tidak sesuai dengan UU tersebut antara lain:

a. Lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum
Saat kami tanya mengenai perizinan radio ini, pihak Agricia yang diwakili oleh Fida, Pertanian 2006, selaku Humas Radio Agricia mengaku bahwa radio tersebut hingga saat kami wawancara belum terdaftar sebagai radio komunitas secara hukum. Jadi mereka belum berbadan hukum.
Susahnya administrasi ataupun birokrasi yang harus dilewati menjadi hambatan bagi pengurus untuk mendaftarkan radio secara legal. Lagipula kontiniuitas dari radio yang berada di frekuensi 107,8 FM ini masih ngambang. Dalam beberapa tahun belakangan mereka sering vakum siaran dikarenakan kurangnya waktu dan sumber daya manusia untuk mengurus radio tersebut. Seringnya razia radio liar akhir-akhir ini juga membuat pengelola semakin jarang on air.
Mereka menegaskan bahwa tahun ini pengurus akan berusaha untuk menjadikan Radio Agricia menjadi radio berbadan hukum sehingga tidak perlu siaran secara sembunyi-sembunyi lagi.

b. Didirikan oleh komunitas tertentu untuk melayani kepentingan komunitasnya
Menurut pandangan saya, radio ini tidak memiliki tujuan yang jelas. Siapa saja yang menjadi pendengar mereka belum terlihat secara pasti. Dan bagaimanakah konsep dari radio itu sendiri masih kabur. Mereka menyebut radio komunitas ini sebagai radio pertanian. Namun konten dari program-program acara di radio tersebut cenderung terlihat seperti acara radio komersial pada umumnya. Lebih banyak menyediakan acara hiburan dari pada informasi pertanian. Jadi, dapat dikatakan radio ini belum memiliki konsep, pendengar, dan cita-cita yang jelas mengenai keberlangsungannya ke depan.

Ada beberapa prinsip-prinsip utama yang harus diperhatikan dalam media penyiaran komunitas, antara lain:

• Bersifat Independen
Berdiri sendiri. Dana untuk bertahan hidup mereka dapat dari iuran anggota, sumbangan, hibah, sponsor, dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat.

• Tidak komersial
Didirikan tidak dengan tujuan untuk memperoleh laba atau keuntungan sehingga radio komunitas tidak menerima iklan komersil dalam bentuk apapun.

• Didirikan dari, oleh, untuk, dan tentang komunitasnya
Radio komunitas dibentuk oleh sebuah komunitas yang memiliki tujuan bersama dan dibuat semata-mata untuk memenuhi kebutuhan komunitasnya. Sumber modal untuk kelangsungan hidup juga akn diusahakan sendiri oleh komunitas tersebut.

• Mempunyai kode etik dan tata tertib yang diketahui oleh komunitas dan masyarakat lainnya.

DEMOKRATISASIKAH MEDIA PENYIARAN INDONESIA?


Berbicara tentang apakah media penyiaran di Indonesia telah membantu proses demokratisasi, menurut saya sebelum kita berbicara demokrasi dalam media penyiaran, kita harus mengerti dulu konteks demokrasinya. Setiap negara memiliki pengertian berbeda-beda mengenai demokrasi tersebut. Negara yang liberal kadang-kadang menganggap mereka termasuk negara demokrasi. Bahkan ada negara yang cenderung kepada komunis juga menganggap diri mereka penganut sistem demokrasi. Jadi, intinya adalah demokrasi itu sistem, dan sistem merupakan sebuah nilai, nilai adalah sesuatu yang abstrak sehingga setiap orang memiliki pandangan berbeda mengenai suatu objek.

Walaupun begitu, kita dapat menyatukan pandangan mengenai nilai terhadap suatu objek. Setidaknya berupa gambaran atau landasan pemikiran. Indonesia dalam hal ini menyatakan diri sebagai negara penganut demokrasi pancasila. Jadi landasan pemikiran kita mengenai demokrasi di Indonesia adalah pancasila. (Walaupun, Pancasila pun juga merupakan sesuatu yang abstrak, sehingga jika memikirkan arti dari setiap sila di Pancasila kita bagaikan terombang-ambing di tengah samudra yang sangat luas.)

Jika kita melihat media penyiaran di Indonesia dari sudut pandang demokrasi pancasila, seperti mereka sudah mulai berusaha merangkak untuk mencapai sebuah demokratisasi. Namun walaupun begitu, tetap saja masih ada penyelewengan di dalamnya. Hal ini dapat terlihat dari sebuah berita di stasiun swasta TV One, Anteve dan Metro TV, pada saat terjadinya Musyawarah Nasional (Munas) Partai Golkar beberapa waktu yang lalu. Kedua stasiun ini seperti yang kita ketahui merupakan kepunyaan dari dua kandidat terkuat calon ketua Partai Golkar, antara lain Aburizal Bakrie pemilik stasiun TV One da Anteve, sedangkan Surya Paloh pemilik stasiun Metro TV. Stasiun TV itu berlomba-lomba memberitakan kelebihan masing-masing pemiliknya. Padahal berita tersebut sangat tidak lebih penting dibandingkan dengan berita gempa Sumatera Barat yang kebetulan berbarengan terjadi.

Contoh lain terlihat dari jenis program acara di TV. Kebanyakan dari acara di TV itu memiliki jenis yang sama tiap stasiun TV. Walaupun dengan judul yang berbeda, tapi memiliki konsep yang sama. Hal seperti ini sering terjadi pada acara yang memiliki rating tinggi di masyarakat. Stasiun TV pasti akan berusaha membuat tayangan yang sama dengan acara tersebut. Mereka tidak memikirkan apakah penonton enjoy dengan keadaan yang sepertinya itu. Mereka hanya memikirkan keuntungan yang mereka dapat seandainya acara tersebut “laku” di pasaran. Semakin sebuah acara memiliki rating yang tinggi di masyarakat, semakin banyak pula iklan yang masuk ke acara tersebut. media penyiaran akhir-akhir ini memang telah menjadi ladang bisnis yang menguntungkan bagi para pebisnis. Inilah yang membuat penonton merasa bosan menyaksikan acara-acara di televisi dan akhirnya mereka pindah ke televisi kabel yang memberikan kesempatan kepada konsumennya untuk memilih tayangan yang cocok dengan selera.

Di dalam sebuah tulisan Andrew O Baoil berjudul The Effect of Ownership Structure on The Media Agenda, media penyiaran seperti yang dijelaskan di atas termasuk jenis kepemilikan conglomerate commercial model yaitu jenis kepemilikan yang semata-mata hanya mengacu pada pendapatan keuntungan semata tanpa memikirkan social impact di masyarakat.
Lagipula, banyak pihak yang berpendapat dengan pembentukan UU penyiaran, pers dan ITE semakin mengekang proses demokrasi di badan media penyiaran. Kebanyakan dari isi UU penyiaran memberikan otoritas tertinggi kepada pemerintah untuk mengatur perpanjangan izin penyiaran, pemberian izin penyiaran, mencabut izin penyiaran, serta memberikan sanksi kepada lebaga penyiaran. Dari sini terlihat bahwa demokrasi di media penyiaran Indonesia BELUM sepenuhnya tercipta. Namun paling tidak, sepertinya media penyiaran di Indonesia akan berusaha membenahi diri mereka dari tahun ke tahun.

Senin, 04 Januari 2010

Mirip??? Masa’ sih…


Kalau cuma dianggap mirip sih, tidak masalah. Persoalannya adalah saat kami dikira kembar cowok-cewek. Gawat nggak sih! Parahnya lagi, yang dikira cowok itu SAYA. Saya, V*V*IN L*ZE*HA alias I*IM. Begini ceritanya… Suatu hari (lupa tanggalnya!), saya bersama keluarga baru pulang mudik dari kampung halaman tercinta (Kerinci, Jambi) sehabis lebaran. Jam menunjukkan pukul 13.00 dan menandakan sudah saatnya makan. Kami pun memutuskan untuk berhenti di sebuah rumah makan di sekitar wilayah tersebut (kalau tidak salah daerah Padang Aro, Solok Selatan).

Setelah menunaikan kewajiban sebagai umat beragama yaitu sholat, saya pun masuk ke dalam rumah makan tersebut. Saat itu kebetulan saya tidak memakai kerudung karena mengira selama perjalanan akan selalu berada di dalam mobil. Jadi saya hanya memakai jaket yang di belakangnya ada topi kupluknya. Otomatis topi tersebut dapat berfungsi sebagai penutup kepala saat saya turun dari mobil. Setelah memasuki rumah makan dan memesan makanan, saya duduk di sebelah adik saya yang pertama, AYA. Sayup-sayup terdengar bisikan dari sekelompok remaja yang duduk di sebelah meja kami, “Eh, itu dia kembaran yang cowoknya,” sambil melihat ke arah saya. Bagaikan telur di ujung tanduk (atau Bagaikan petir di siang bolong? Aaahhh, sebodo amat deh…) kata tersebut terdengar olehku. “Apa?? Hello.., saya cewek ya!?” bisik di dalam hati. Telinga saya panas mendengar perkataan mereka tadi. Aya hanya tertawa kecil mendengarnya.

Huff!! Apakah saya terlihat segitu machonya dimata mereka? Entah lah…

Sekarang coba kalian lihat, teliti, dan telaah secara seksama! Mirip nggak sih?

SAAT KAU JAUH DARIKU>>>>>>

Ini merupakan sebuah curahan hati seorang IBIM. Saya memiliki 2 orang adik yang bandel bin nyebelin. Adik yang pertama bernama D*ra Af*z*. Kami biasa memanggilnya dengan sebutan *Y*.Namun entah mengapa, anak yang lahir tanggal 1* Maret 199* ini lebih senang dipanggil dengan sebutan P*T*Y!!. Ngocol abiz… Sekarang ini dia tengah “asyik” menghabiskan bangku sekolahan (Makan tu bangku!!!) kelas X di salah satu SMA di Padang Panjang, Sumatera Barat. Berbicara mengenai hobinya, tidak lain dan tidak bukan adalah pantengan komputer dari terbit fajar sampai terbenam matahari alias ngegame di komputer. Bukan cuma ngegames juga sih!, dia juga sering nge-edit foto-foto narsisnya untuk dimasukkan ke situs jejaring sosial. Nggak percaya? Lihat aja buktinya… Add aja FBnya di Ph*t*3_avzh*@ymail.com . Eneg, eneg deh liatin tu album poto. Bikin kaya “toke” FB aja! Adik yang kedua, si Bontot, bernama Gh*niy* P*tr* Har*r* atau biasa dipanggil D*ND*. Umurnya memang baru 4 tahun, tapi perangai boo’…, Waallahurabbi! bandel mampus. Untungnya kami adalah keluarga yang beriman dan beramal shaleh, jadi si anak yang jarak usianya 14 tahun dari saya itu masih bisa bertahan hidup sampai sekarang. Semisal dia anaknya Ry*n Jomb*ng, bbbbeeehh… udah abiz kali ya ntu anak. Setiap hari, tiada waktu tanpa kegiatan “panjat-memanjat.” Apa saja, di mana saja, dan kapan saja, no time to sit! Sama sekali tidak bisa diam barang semenit, bahkan sedetik saja (Lebay!) Menurut hipotesis saya, sepertinya anak yang lahir tanggal * Desember 200* itu adalah reinkarnasi dari monyet atau sejenisnya sehingga hasrat untuk memanjat itu tinggi. Itulah gambaran perasaan saya saat itu, selagi masih di rumah. Sekarang… SAYA BENAR-BENAR KANGEN MEREKA BERDUA!!!!! Kangen saat rebutan kue, kangen saat rebutan komputer, kangen saat cemburu kepada *Y* karena dia dibelikan sepatu baru, kangen saat rebutan nonton DVD sama D*ND* (D*nd* suka banget sama DVD Mak Lepoh dan Mak Pono. Hahaha…), kangen rebutan remote TV sama papa dan sebagainya. Bahkan saya juga kangen sama bantal guling kesayangan(BO’ UNGKUK) di rumah. Hiks… Jadi sedih. Udahan ah postingannya. Jadi benang merah dari posting kali ini, saya ingin menegaskan kebenaran dari pernyataan bahwa “Rasa rindu, sayang, dan cinta kita terhadap sesuatu akan semakin terasa saat kita jauh darinya.” Jadi selama kita masih bisa untuk merasakan kebersamaan tersebut, jangan diabaikan. CAM KAN ITU!!! Hehehehe. Daaaaa…