Rabu, 24 Desember 2008

Wind….!!

Ini bukan sembarang angin. Ini adalah angin puting beliung. Masih ingat angin puting beliung yang melanda Ngayogyakarto pada tanggal 7 November. Aku menyaksikan kejadian angin tersebut. Begini ceritanya…

Hari itu hari jum’at, tanggal 7 November. Saat itu aku baru selesai melaksanakan ujian tengah semester (UAS). Kemudian temanku mengajak untuk pergi ke ATM Mandiri di dekat kampus Ekonomi. Langit sudah sangat gelap. Hitam pekat. Aku kira itu adalah awan hujan, ternyata bukan. Setelah selesai menemani temanku, aku kembali ke lantai atas. Tiba-tiba saja datang angin yang berputar-putar dan diikuti dengan hujan. Aku kira hanyalah hujan dan angin biasa. Soalnya di tempat (Padang Panjang, Sumatera Barat) sering terjadi angin. Tapi bedanya, angin kali ini berputar-putar. Dan aku mulai menyadari bahwa angin ini Bukan Angin Biasa (BAB, huahahahay).

Pohon-pohon di sekitar kampusku, Fisipol, mulai tumbang satu persatu. Suasana saat itu benar-benar mencekam. Kemudian ada beberapa ranting pohon yang menimpa sebuah mobil. Mobil itu pun berbunyi “tet…tet…tet…”. Suasana semakin mencekam. Aku hanya bisa berdoa di dalam hati. Teman-temanku dari fakultas lain (teman satu sekolah dulu) mulai silih berganti menghubungiku. Aneh! Dan aku kira mereka terlalu lebay.

Beberapa foto yang dapat aku ambil saat kejadian. Walaupun hasilnya tidak begitu memuaskan...








Perlahan-lahan hujan dan angin itu reda. Aku pun memutuskan untuk segera pulang dan melihat keadaan jemuranku (gubrak!), apakah masih ada atau sudah beterbangan. Di perjalanan pulang aku melihat, Masya Allah…, pohon-pohon banyak yang tumbang dan kondisi UGM benar-benar hancur. Bagian yang terparah yaitu daerah perumahan dosen dekat rumah sakit Dr. Sardjito dan di GSP. Atap-atap perumahan di situ beterbangan, pohon-pohon tumbang dan tercabut sampai ke akar-akarnya, Mol GAMA rusak parah. Entah apa dosa UGM sampai diberi cobaan yang seperti itu.


Beberapa foto-foto keadaan UGM pasca angin puting beliung...

Selasa, 23 Desember 2008

Diklat Ketiga PPC = Diklat Komposisi

Diklat kali ini diselenggarakan 2 hari yaitu pada tanggal 20 dan 21 Desember. Pembicaranya adalah Mas Budhi, komunikasi angkatan atas. Pada hari pertama, kita diajarkan mengenai teori-teori untuk mendapat foto berkomposisi yang bagus. Sebuah foto yang bagus itu harus memiliki beberapa unsur yang pas, seperti warna, cahaya, tekstur, dan lain-lain (aku lupa. Hehehehehe). Dan sebuah foto yang bagus itu dapat “bercerita”. Maksudnya, dengan hanya melihat foto itu saja, orang tersebut sudah dapat mengerti apa yang terjadi di dalamnya. Memang butuh pengalaman yang banyak untuk menghasilkan foto seperti itu. Butuh latihan dan keinginan untuk terus maju. Harus pantangmenyerah.

Hanya itu yang dapat aku ceritakan untuk diklat komposisi ini. Soalnya aku tidak ikut hunting pada tanggal 21 Desember ke Telogo Puri, Kaliurang, karena aku ada acara IA (Ikatan Alumni) SMANSA (SMAN 1) Padang Panjang ke pantai. Jadi aku tidak bisa cerita banyak mengenai hasil fotoku.

Yupz!! Sampai bertemu di cerita PPC berikutnya…

Diklat Kedua PPC = Diklat Pencahayaan

Nah, tiba saatnya diklat kedua PPC. Temanya adalah Pencahayaan. Diadakan tanggal 13 Desember 2008, di SEKIP dan dilanjutkan dengan hunting ke Tamansari dan Tugu Nol Kilometer. Aku lupa nama pembicaranya siapa. Yang jelas dia juga anak komunikasi angkatan 2004 atau 2005 (angkatan atas gitu). Seperti pada diklat yang sebelumnya, kita dibagi atas beberapa kelompok. Kebetulan aku sekelompok dengan April, Angga, dan Novi. Kakak pemanduku yaitu Mas Kemas dan Mas Sandy. Sebelum praktik, kita diberi beberapa materi terlebih dahulu supaya bisa menerapkannya di lapangan.

Pada diklat kali ini, kita akan diperkenalkan dunia fotografi yang lebih mendalam lagi, mengenai cahaya, memfoto dengan lampu flash, dan teknik-teknik lanjutan lainnya. Aku akan berbagi cerita dan pengetahuan mengenai diklat kedua PPC ini.

Yang pertama dijelaskan adalah mengenai pencahayaan. Arah datang cahaya itu ada berbagai macam:

  1. Front Light : arah datang cahaya dari depan. Jadi dia langsung menyorot ke arah depan objek dan tidak memiliki bayangan.
  2. Back Light : arah datang cahaya dari belakang. Back light ini juga terbagi atas dua =

· Objeknya masih tampak.

· Siluet (objek hanya berbentuk bayangan saja. Jadi cahaya yang di belakang objek lebih terang dibanding objeknya sendiri. Untuk mengukur cahayanya (light meter) tidak pada objek, melainkan ke arah cahaya yang lebih kuat. Hal itu disengaja untuk membuat cahaya objek menjadi under).

  1. Side Light : arah datang cahaya dari samping. Maka pada samping/bagian objek yang lainnya akan gelap/terbentuk bayangan.
  2. Top Light : arah datang cahaya dari atas. Jadi bayanganya hanya berbentuk pada tepi-tepi bagian yang terkena cahaya.

Kemudian teknik selanjutnya yaitu bagaimana memfoto benda yang bergerak. Ada beberapa teknik yang dapat dipakai :

  1. Freeze : membuat berhenti benda yang bergerak. Jadi pada foto, benda yang bergerak itu akan seperti membeku dan jelas. Caranya : speed di atas 125 (kemarin aku mencoba dengan speed 250, berhasil. Tapi kata Mas-nya, komposisinya kurang).
  2. Slow motion : memperlihat sebuah objek itu bergerak tapi bukan kabur atau blur. Caranya : speed 30-an ke bawah (sumpah! Sotoy-ku aja). (aku mencoba dengan speed 30, amburadul. Objeknya kurang focus).
  3. Panning : memfoto objek yang bergerak, kemudian kameranya juga ikut bergerak. Jadi hasil gambarnya, objek tampak jelas, sedangkan latar dibuat kabur. Caranya : speed 30 atau 60. Tergantung pada objek yang akan difoto. (Aku hanya bisa memberikan cara, tapi aku nggak bisa mempraktikannya sendiri. Hasil panning-ku yang kemarin benar-benar gatot, gagal total. Tidak ada satupun yang berhasil. Huff!!)
  4. Bulb (B) : membuat sebuah foto dengan bukaan jendela rana yang lama. Menggunakan fasilitas B pada speed kamera. Ini digunakan untuk mengumpulkan cahaya seperlunya, dan terciptalah sebuah gambar yang berbentuk garis-garis cahaya. Si Mas (dalam hal ini, yang aku maksud Mas Kemas) Pemanduku memberikan beberapa rumus untuk menghitung berapa lama jendela rana harus dibuka. Rumusnya antara lain :

· Atur ISO kamera ke 1600 dengan bukaan diafragma 5,6

· Kemudian cari light meter-nya pada ISO tersebut (misalnya, 25)

· Setelah menemukan light meter­-nya, ubah kembali ISO kamera menjadi ISO yang sedang dipakai (misalnya, ISO 200)

· Kemudian bulatkan angka light meter ke angka yang terdekat

· Diafragma turunkan 3 stop (menjadi 16)

· Angka light meter yang sudah dibulatkan tadi diturunkan tiga stop.

· Kemudian turunkan 3 stop lagi. Itulah perhitungan detik yang digunakan (kata Mas Kemas)

Percaya atau tidak, rumus yang diberikan Mas Kemas ini tidak berhasil membuat gambar bulb aku menjadi bagus. Dengan sangat menyesal saya mengatakan, gunakan saja insting fotografer Anda untuk menghitungnya. Karena saya sudah mencobanya. Dengan menggunakan rumus yang “maha mumet” ini hasil foto Anda tidak akan maksimal. Atau mungkin aku yang belum berpengalaman. Tapi saat disuruh mencoba-coba tanpa menggunakan rumus itu, hasil fotonya lumayan dan boleh dikatakan berhasil. Jadi, pegang saja kata-kata iklan ini, Nggak semua yang loe denger itu bener!” (Jiahahahahahay).

saat hunting di Tamansari

Teknik yang kemudian dijelaskan juga adalah mengenai teknik lampu kilat (flash). Teknik ini biasa disebut dengan fill-in. Lampu kilat selain berguna untuk menerangkan objek pada waktu gelap, juga berguna saat matahari sedang terik-teriknya. Lampu kilat itu dapat menyeimbangkan cahaya yang diterima dengan cahaya pada objek. Jadi pada saat matahari terang dan terik, cahayanya tidak berlebihan (over). Pengambilan foto fill-in ini juga memiliki rumus (InsyaAllah rumusnya tidak ngawur lagi) yaitu :

· Lihat angka pedoman I guide number (GN), dan biasanya GN sudah tercantum pada tubuh flash tersebut.

· Kemudian GN-nya itu kita bagi dengan jarak kita dengan si objek. (Misalnya, GN 36, kita perkirakan jarak kita dengan objek 3 meter. Maka 36 : 3 = 12.)

· Setelah menemukan angkanya, kita bulatkan ke angka-angka di diafragma.

Foto fill-in ku gagal. Soalnya aku salah memperkirakan jarak. Jadi hati-hati dalam memperkirakan jarak kita dengan objek.

Seperti yang sudah saya bicarakan di atas, bahwa hunting foto pada dikalt kedua PPC ini berlangsung di Tamansari dan Tugu Nol Kilometer. Pengambilan seluruh foto, selain bulb, kebanyakan di kawasan Tamansari. Sedangkan bulb sengaja ditempatkan di daerah Nol Kilometer dan pada malam hari, karena cahaya lampu sorot dari kendaraan yang berlalu lalang pada malam hari sangat indah jika dijadikan bulb.

Hunting foto kali ini berakhir pada pukul 20.30. Hari yang sungguh melelahkan dan menyenangkan. Aku mulai benar-benar menyadari bahwa fotografi adalah suatu hobi yang mengasyikkan.

Oh ya!! Aku belum bisa menampilkan foto-fotoku, karena kamera yang dipakai adalah kamera analog. Jadi hasil fotonya tidak berbentuk soft file. Aku usahakan untuk menscannya. Sip!

Diklat Pertama PPC = Diklat Dasar

Diklat PPC yang pertama yaitu diklat dasar. Diadakan pada Bulan September, pada bulan puasa. Pembicaranya, Mas Brahma, Kom 05 (kalau nggak salah). Di diklat ini kita diperkenalkan dengan istilah-istilah dan bagian dasar dan terpenting dari dunia fotografi, seperti mengenai diafragma, rana, light meter, focus, cara memasukkan rol film, dan lain sebagainya. Setelah diajarkan beberapa teori-teori penting, kemudian kita diturunkan ke lapangan untuk praktek. Jika kita tidak punya kamera, jangan khawatir. Soalnya kita akan dipinjamkan kamera analog yang bisa digunakan untuk hunting foto. Sebelumnya kita akan dibagi dalam beberapa kelompok. Setiap kelompok akan dikawal oleh satu atau dua orang kakak pemandu dan dipinjamkan sebuah kamera. Tapi rol film dan cuci cetak fotonya ditanggung sendiri. Teman sekelompokku waktu itu adalah Ihda sama Tante (Intan).

Jujur pada saat hunting foto pertama kali itu aku sangat kesulitan untuk memfokuskan suatu objek. Mungkin karena belum terbiasa. Jadi aku banyak bertanya sama kakak pemandunya. Kakak pemanduku saat itu kalau tidak salah Mas Memet (betul nggak ya namanya?) sama Mas Prada. Walaupun kakak pemanduku dua orang, tapi aku banyak bertanya sama Mas Memet, soalnya Mas Prada itu orangnya agak cuek. Awalnya aku bingung mau memoto apa. Karena tidak mendapatkan objek yang bagus, akhirnya aku putuskan untuk memoto Ihda. Kemudian kami berganti-ganti untuk memoto. Hasil foto kami tersebut akan dievaluasi pada besok harinya (hunting diadakan pada hari sabtu, berarti besok adalah hari Minggu. I just explain!). Tapi kebetulan aku tidak ikut evaluasi, jadi aku mengambil foto-fotoku hari Senin. Dan hasilnya…, tidak ada yang bagus. Memang ini merupakan permulaan, tapi cukup mengecewakan bagiku. Ada foto yang goyang, tidak focus, meaningless, dan lain sebagainya.

Inilah akhir dari diklat PPC. Banyak pelajaran berharga yang dapat diambil. Kita tidak mungkin langsung mendapatkan hasil yang maksimal kalau baru mencobanya satu kali. Semangat!! Harland Sanders, si kakek yang selalu kita temui wajahnya saat menyantap KFC (Kentucky Fried Chicken) saja sudah berpuluh-puluh kali gagal mengajukan resep ayam gorengnya. Setelah 50 kali gagal mempromosikan resepnya, barulah pada tahun 1957 dia berhasil mendirikan KFC (Gadis edisi 11 Juli-21 Juli 2008). Jadi, apabila ingin menjadi orang yang sukses, jangan pantang menyerah. Ganbatte ne’ (semangat ya!)

About PPC

Di Komunikasi UGM itu terdapat sebuah BSO (Badan Semi Otonom) yang bergerak di bidang fotografi. Jadi bagi anak-anak komunikasi UGM yang punya minat di bidang tersebut, boleh masuk ke dalam BSO ini. Kebetulan aku bercita-cita ingin menjadi wartawan, jadi kayaknya tidak ada salahnya aku masuk ke PPC ini. Selain buat menambah teman, juga menambah pengetahuan mengenai fotografi.

Sedikit bercerita mengenai mas-mas dan mbak-mbak yang eksis di PPC, ketuanya Mas Awe (nama aslinya Ardi apa….gitu. Lupa!! Hahahay), anak KOM 06. Orangnya unik, berkacamata tebal (mungkin, tapi kelihatannya begitu), suka ngebanyol walau kadang-kadang suka jasjus (jiahahahaha). Kemudian ada Mbak Dita (gosipnya pacaran sama Mas Awe. Cieeee…cieeee), Mas Aji, Mas Dwi, Mas Prada (kayak nama merk tas), Mas Yogi, Mbak Oya, Mbak Intan, Mas Kemas, Mas Andi, dan masih banyak lagi. Mas-mas dan mbak-mbaknya asyik-asyik, walau ada beberapa yang marmos.

Untuk saat ini, PPC sudah 3 kali mengadakan diklat. Di posting-posting berikutnya aku akan menceritakannya satu persatu.