Sabtu, 03 Januari 2009

About minang 1..

Di posting kali ini, aku akan membahas segala sesuatu mengenai adat minang (Sumatera Barat.red) yang sering dipertanyakan oleh orang-orang. Seperti mengenai pria minang yang “dibeli”, warisan yang jatuh ke tangan perempuan, dan masakan padang yang memakai ganja.

Aku akan memulainya dari masalah pria minang yang “dibeli”. Mungkin di antara kalian sudah sering mendengar hal ini. Setahu aku memang ada salah satu daerah di Sumatera Barat yang memakai adat ini, yaitu daerah Pariaman dan sekitarnya. Mungkin sampai sekarang adat itu masih dipakai. “Dibeli” maksudnya di sini pada saat melamar si Pria kita harus mengeluarkan sejumlah uang. Jumlah uangnya juga berbeda-beda. Dilihat dari status keluarganya, pendidikan, pekerjaan, dan lain-lain. Jadi kalau dipikir-pikir memang cukup memberatkan si wanita. Tapi itulah adat. Selagi itu tidak melenceng dari agama dan etika, it’s OK, right!

Kemudian masalah warisan yang jatuh ke tangan perempuan, mungkin ini agak aneh. Masalahnya dalam ajaran agama kaum pria mendapat warisan yang terbesar. Sumatera Barat adalah provinsi yang menganut matrilineal. Jadi garis keturunan mengikuti garis ibu. Mereka sangat penganggap tinggi kedudukan perempuan. Hal ini tidak menyebabkan kedudukan pria menjadi jatuh sebagai seorang pemimpin dan kepala keluarga. Seperti yang kita ketahui pria itu tetap pelindung wanita. Jadi yang Anda lihat di sebuah film tentang bagaimana sebuah keluarga minang, yang istri menindas suaminya, itu tidak benar adanya. Di dalam sebuah keluarga minang, seorang pria tetap kepala keluarga.

Maksud warisan jatuh ke tangan wanita bukan seluruh harta untuk pihak wanita saja. Jadi harta keluarga itu dikelola oleh wanita. Sama seperti dalam sebuah organisasi ada seorang bendahara untuk mengatur uang, bukan semata-mata seluruh uang milik dia. Toh suatu saat kelak, harta itu akan turun ke anak-cucu mereka. Lagipula pihak pria dianjurkan untuk memiliki pekerjaan agar tidak merepotkan orang tua. Uang yang dipakai untuk menghidupi keluarga adalah murni dari hasil kerja keras, bukan warisan semata. Jadi harta warisan itu hanya bersifat pusaka, atau dalam istilah minang “harato pusako”.

Selanjutnya masalah masakan padang yang memakai ganja. Aku pernah mendengar segelintir gosip mengenai ini. Terus terang aku sangat kesal. Masakan padang itu memang sangat digemari dan disukai di manapun dia berada. Mungkin ada beberapa pihak yang jealous karena masakan padang dapat diterima di berbagai tingkatan manapun, kemudian menyebarkan gosip yang nggak-nggak untuk menjatuhkan reputasinya. Padahal, coba dipikir buat apa memasukkan ganja ke dalam masakan. Mungkin ada beberapa rumah makan yang nakal melakukannya, tapi itu jarang terjadi. Kalau memang tidak percaya, coba saja Anda ambil sampel masakan padang dari rumah makan padang yang Anda curigai memakai ganja, kemudian Anda bawa sampel itu ke BPOM. Periksakan, apakah di dalamnya terdapat kandungan ganja atau tidak. Sip!

Mungkin hanya itu postingan aku kali ini. Kalau ingin bertanya-tanya seputar Ranah Minang (Sumatera Barat.red) kirim saja ke e-mail-ku. Akan aku coba jawab semampuku… See ya!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar